Korporatokrasi Mengancam Pemerintahan Indonesia

Artikel ini saya tulis pada saat saya masih tingkat 3, masih belajar menulis hukum, dan sangat terlihat newbie dalam dunia tulisan hukum, tapi ga salah juga diupload ya karena lumayan informatif juga, Mengingat kasus-kasus akhir ini seperti yang terjadi pada bapak terhormat ketua DPR RI “SN” dengan Pengusaha Kaya yang diduga melakukan pemufaktan jahat terkait dengan divestasisi saham freeport. Sangat Terlihat bagaimana tindakan korporatokrasi pada kasus Ketua DPR RI yang mana berdasarkan percakapan yang beredar yang diduga suara “SN” terlihat bagaimana seorang pengusaha bisa mengatur-ngatur negara kita termasuk terkait dengan divestasi saham yang sebenarnya adalah domain Pemerintah Republik Indonesia.

yak, silahkan dibaca teman-teman :

Apa Itu Korporatokrasi ?

Dalam dunia ilmu sosial, istilah korporatokrasi belum digunkan secara meluas dan relatif baru. Istilah ini diperkenalkan oleh Jhon Perkins, dalam confessions of an Economic Hit man (2004) yang menggunakan untuk menunjukkan bahwa dalam rangka pembangunan  imperium global, maka berbagai korporasi besar, bank dan pemerintahan bergabung menyatukan kekuatan finansial dan politiknya untuk memaksakan masyarakat dunia mengikuti kehendak mereka.

Dari pengertian diatas dapat dilihat bahwa korporatokrasi ini merupakan salah satu usaha menjalankan suatu pemerintahan yang dimana para pengusaha berperan serta didalamnya baik itu secara langsung ataupun berada dibalik para pemerintah itu sendiri.

Unsur-unsur Korporatokrasi??

Unsur –unsur korporatokrasi ini sangat banyak , Amin Rais sendiri dalam bukunya Selamatkan Indonesia membagi korporatokrasi ini menjadi 7 unsur[1] :

  1. Korporasi-Korporasi besar
  2. Kekuatan politis pemerintah tertentu;
  3. Perbankan internasional;
  4. Kekuatan meliter;
  5. Kekuatan Media massa;
  6. Kaum intelektual; dan
  7. Kaum elite nasional.

Keberadaan para pengusaha dalam menentukan kebijakan hukum di Negara Indonesia dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung. Secara langsung mungkin dilakukan dengan cara bergabung di partai politik tertentu dengan kekuatan uang para pengusaha maka mereka bisa masuk menjadi anggota legislative dan membuat kebijakan-kebijakan yang dituangkan dalam bentuk undang-undang, sedangkan secara tidak langsung dapat berupa melakukan investasi terhadap seseorang untuk menjadi aparatur Negara, ataupun berinvestasi pada partai politik sehingga ketika calonnya tersebut menang maka para pengusaha-pengusa dapat meminta untung misalnya dalam bentuk lobi-lobi politik di DPR dalam pembentukan perundang-undangan, pengurangan pajak, ataupun pemudahan izin-izin tertentu, dan lain sebagainya.

1. Partai Politik.

Partai  politik merupakan elemen dan pilar penting dalam pembangunan demokrasi yang berkedaulatan rakyat. Peranan partai politik ini merupakan subjek yang mengerakkan arah dan kendali kebijakan rakyat. Sebagai sarana politik , partai politik sejauh ini telah kelilingi oleh investasi-investasi politik yang membuat partai politik terdegradasi karena cenderung didikte sponsor- sponsor pendalang dana partai.

Kebutuhan dana dalam membiayai kehidupan partai inilah yang membuat pengurus partai politik berusaha mendalang dana besar- besaran dengan mengandeng para pengusaha masuk dalam jajaran pengurus partai politik.

Maraknya pengusaha yang masuk ke jajaran pengurus partai politik menimbulkan sejumlah polemik dan pertanyaan besar karena dalam benak pengusaha adalah kepentingan dan keuntungan serta lebih mengesampingkan orientasi dan tujuan partai politik dalam mensejahterahkan rakyat. Kehadiran pengusaha yang terlibat dalam perpolitikan melalui masuknya pengusaha ke dalam jajaran pengurus partai politik bisa juga disinyalir mencari kekuasaan agar memperlancar dan mempelebar sayap bisnis.

Partai politik menjadi sorotan publik saat ini karena bagaimanapun yang bertanggung jawab atas baik dan kurang baiknya kepemimpinan bangsa ini adalah partai politik yang merupakan tempat rekruitmen calon-calon pemimpim bangsa. Lama kelamaan fungsi rekruitmen di partai tidak objektif, hal ini dikarenakan karena partai politik hanya merekrut orang-orang yang mampu secara finansial namun tidak mempertimbangkan kompetensinya, perubahan sistem ini harus dirubah kedepannya.

Aneka partai politik menjadi sorotan dalam perkembangan dan pembangunan demokrasi yang berkedaulatan rakyat. Peranan partai politik sebagai wadah aspirasi ini membuat partai politik mendominasi wadah aspirasi rakyat secara keseluruhan. Namun seiring dengan dinamika  masyarakat, tingkat kepercayaan publik semakin menurun terhadap peranan partai.

Dalam survei yang dilakukan salah satu media yang menyatakan bahwa bahwa tingkat kepercayaan publik kepada partai politik jauh melorot dibawah Media, Ormas dan LSM. Hal ini dikarenakan kecenderungan para kader- kader partai politik di pemerintahan melakukan tindakan korupsi.

Selain hal tersebut partai politik juga tidak terbuka dan objektif terhadap rekrutmen kader sehingga dalam penyelenggaran pemilu dan pemilukada tingkat golongan putih (golput) selalu sangat tinggi. Rekrutmen kader sebagai pucuk pimpinan di pusat dan di daerah pada persiapan pemilu dan pemilukada cenderung didominasi kader-kader yang berasal dari pengusaha yang mampu secara finansial mengerakkan partai, namun dalam beberapa tahun kepemimpinannya sudah menjadi tahanan penegak hukum.

2.Investasi Politik

Perkembangan politik dapat diukur dari partisipasi dan keikutsertaan masyarakat dalam memberikan legitimasi kepada partai politik. Namun dalam perkembangannya partisipasi masyarakat dalam perpolitikan jauh merosot dari yang terpikirkan. Hal ini ditimbulkan karena politik sudah dijadikan komoditas dari bisnis yang bisa diperjualbelikan ke siapapun,  tetapi yang jelasnya dengan harga yang mahal.

Dengan dijadikannya partai politik ini menjadi barang komoditas bisnis maka tujuan atau orientasi utama peran partai politik disini bagaimana mencari dukungan modal partai yang sebesar-besarnya yang akan cenderung mengabaikan dan mengesampingkan aspirasi dan kesejahteraan rakyat. Kemampuan finansial partai politik ini diyakini akan mampu menjadi sumber pengalangan suara rakyat sehingga rakyat akan mayoritas memilih partai politik yang mampu secara finasial.

Kemampuan finansial partai politik ini juga dapat dijadikan dalam menebar praktek money politik  yang terjadi di masyarakat. Justru hal ini telah membuat peranan partai politik sebagai pilar demokrasi namun menjadi perusak nilai- nilai demokrasi tersebut.

Mengandalkan kekuatan finansial dianggap juga cara yang instan dalam berdemokrasi sehingga demokrasi yang terbangun lama- kelamaan disandera oleh kekuataan kapitalis- kapitalis politik yang semakin mengurita.

Ketika kemampuan finansial partai politik mulai bergantung kepada para pengusaha , maka pada saat itu pengusaha mulai mengambil sedikit demi sedikit kewenangan dipartai, mulai dari hal-hal kecil seperti permudahan izin-izin usaha, keringanan pajak, dan paling parahnya ada pesanan terhadap undang-undang dimana suatu peraturan perundang-undangan berpijak kepada kepentingan seseorang saja.

[1] Amin rais, Selmatkan Indonesia, PPSK, Yogygakarta, 2008, hal 83