Persaingan Usaha Dalam Perspektif Ilmu Hukum

A. Persaingan Usaha

Saat ini dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi, banyak terjadi persaingan usaha. Persaingan usaha yang kita ketahui ada dua macam, yaitu persaingan sempurna dan persaingan usaha tidak sehat. Persaingan sempurna adalah struktur pasar atau industri dimana terdapat banyak penjual dan pembeli, dan setiap penjual ataupun pembeli tidak dapat mempengaruhi keadaan di pasar.[1] Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antarpelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.[2]

 



Dalam persaingan usaha terdapat para pelaku persaingan usaha tersebut yang dapat dikatakan sebagai subjek dan objek dalam persaingan usaha. Yang dikatakan subjek dalam persaingan adalah para penjual atau para produsen yangd alah hal ini memproduksi atau mengedarkan suatu barang. Sedangkan yang dimaksud objek dalam persaingan usaha adalah konsumen dalam hal ni orang menggunakan atau membeli suatu barang. Persaingan usaha akan tercipta apabila terdapat penjual dan pembeli yang jumlahnya hampir berimbang.

Persaingan usaha memiliki cirri-ciri tersendiri, tentu saja berbeda antara persaingan sempurna dengan persaingan tidak sehat. Cirri persaingan sempurna antara lain, jumlah pembeli banyak, jumlah penjual banyak, barang yang diperjualbelikan homogeny dalam anggapan konsumen, ada kebebasan untuk mendirikan dan membubarkan perusahaan, sumber produksi bebas bergerak kemanapun, pembeli dan penjual mengetahui satu sama lain dan mengetahui barang-barang  yang diperjual belikan . sedangkan persaingan tidak sehat memiliki cirri antara lain, jumlah pembeli sedikit, jumlah penjual sedikit, barang yang diperjualbelikan heterogen dalam anggapan konsumen, tidak ada kebebasan untuk mendirikan dan membubarkan perusahaan, sumber produksi tidak bebas bergerak kemanapun, pembeli dan penjual tidak mengetahui satu sama lin dan tidak mengetahui barang-barang yang diperjual belikan.

artikel lainnya: 5 Tips mempersiapkan diri menjadi Corporate Lawyer

Terdapat macam-macam persaingan usaha, yaitu persaingn usaha sempurna dan persaingn usaha tidak sehat. Persaingan usaha sempurna ini merupakan struktur pasar atau industri dimana terdapat banyak penjual dan pembeli, dan setiap penjual atau pun pembeli tidak dapat mempengaruhi keadaan di pasar, sedangkan persaingan usaha seperti ini banyak sekali terjadi di Indonesia pada masa sekarang, sedangkan persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha. Yang termasuk persaingan usaha tidak sehat ini antara lain:[3]

1.Monopoli

Praktik monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan/ atau pemasaran barang atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.[4]

2. Monopsoni

Monopsoni adalah keadaan yang terjadi di suatu pasar dimana hanya ada satu pembeli (yang memiliki posisi dominan) bagi suatu produk tertentu. Dengan posisi dominan yang dimiliki pembeli ini dapat memaksa para penjual untuk menyetujui harga dan persyaratan-persyaratan yang ditetapkan oleh pembeli tunggall tersebut.[5]

3. Penguasaan Pasar

Pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan, baiksendiri-sendiri maupun bersama pelaku usaha lain, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan usaha yang sama pada pasar yang bersangkutan, dan melakukan praktik diskrimnasi terhadap pelaku usaha tertentu. Ukuran penguasaan pasar tidak harus 100%, penguasaan 50% atau 75% saja sudah tidak dapat dikatakan mempunyai market power.

4. persekongkolan

persekongkolan atau conspiracy dapat dilakukan oleh sesama pihak intern suatu perusahaan, atau dapat puladilakukan oleh suatu perusahaan dengan pihak perusahaan lainnya. persekongkolan terbagi menajdi dua macam, yaitu: persekongkolan intra perusahaan dan persekongkolan pararel yang disengaja. Persekongkolan intra perusahaan adalah bila dua atau lebih pihak dari suatu perusaan yang sama mengadakan persetujuan untuk melakukan tindakan yang dapat menghambat persaingan persekongkolan pararel yang disengaja dapat terjadi bila beberapa perusahaan mengikuti tindakan dilakukan oleh perusahaan besar yang sebenarnya bagi mereka merupakan pesaing.

5. Oligopoli

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk secara bersama-sama lain untuk secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan taua pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.  Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan atau jasa, pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jenis tertentu.



6. penetapan harga

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama.

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku lagi:

suatu perjanjian yang dibuat dalam suatu usaha patungan; atau

suatu perjanjian yang didasarkan undang-undang yang berlaku.

  1. Perbedaan harga

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang satu harus membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan atau jasa yang sama. Larangan membuat perjanjian untuk tidak menjual/ memasok kembali dengan harga yang lebih rendah dari yang diperjanjikan  (pasal 8 UU arti Monopoli)

8. pembagian pasar

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjain dengan pelaku usaha persaingan yang bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang dan atau jasa sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

9. Pemboikotan

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku usaha persaingannya, yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk  melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha persaingannya, untuk menolak menjual setiap barang dan atau jasa dari pelaku usaha lain sehingga pembuatan tersebut:

  1. Merugikan atau diduga akan merugikan pelaku usaha lainnya
  2. Membebani pelaku usaha lain dalam menjual atau membeli setiap barang atau jasa dari pasar bersangkutan.
  1. Karter

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha perssaingaan, yaang bermaksud  untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

10. Trust

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelau usaha lain untuk melakukan kerja sama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar , dengan tetap menjaga dan mempertahankan keangsungan hidup masing-masing perusahaan atau perseroan anggotanya yang bertujuan untuk mengontrol produksi daan atau pemasaran atas barang dan atau jasa sehingga dapat mengakibatkan terjadinya prakter monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

11. Oligopsoli

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha yang bertujuan untuk secara bersama-sama menguasai pemebeliaan atau penerimaan pemasokan agar dapat mengendalikan harga atau barang dan atau jasa dalam pasar berdangkutan, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan ussaha tidak sehat. Pelaku usaha patut disuga atau dianggap secara bersama-sama menguasai pemebeliaan atau penerimaan pasokan. Pelaku usahaa atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75 % (Tujuh puluh lima persen)  penguasaan pasar suatu jenis barang atau jasa tertentu.

12. intergrasi Horizontal

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha yang bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan tau jada tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengelolahan atau proses lanjutan baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidka langsung, yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat dan atau mmerugikan masyarakat.

13. perjanjian tertutup

Pelaku usaha dilarang membuata perjanjian dengan pelaku lain yang membuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan jasa hanya akan memasok atau tidak memosok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada tepat tertentu. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain yang membuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barag atau jasa tertentu harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu atau barabg dan atau jasa, yang membuat persyaratan bahwa peelaku udaha yang menerima persyaratan bahwa pelaku usaha yang menerima barang atau jasa dari pelaku usaha pemasok harus bersedia membeli barang atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok, atau tidak akan membeli barang atau jasa yang dama atau sejenis dari pelaku lain yang menjadi persaingan dari pelaku usaha pemasok.

B. Prinsip –prinsip dalam Persaingan usaha

Pendekatan rule of reason dan per se illegal telah lama diterapkan dalam bidang hukum persaingan usaha untuk menilai apakah suatu kegiatan maupun perjanjian yang dilakukan oleh pelaku usaha telah atau berpotensi untuk melanggar UU Antimonopoli. Kedua pendekatan in pertama kali tercantum dalam beberapa suplemen terhadap Sherman Act 1980, yang merupakan UU Antimonopoli AS, dan pertama kali diimplementasikan oleh Mahkamah Agung Amerika Serikat pada 1899 (untuk per se illegal) dan pada 1911 (untuk rule of reason) dalam putusan atas beberapa kasus antitrust. Sebagai pioneer dalam bidang persaingan usaha, maka pendekatan-pendekatan yang diimplementasikan di AS juga turut diimplementasikan oleh negara-negara lainnya sebagai praktik kebiasaan (customary practice)dalam bidang persaingan usaha. [6]

Demikian halnya dengan Indonesia, dalam UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat pendekatan rule of reason dapat diidentifikasikan melalui penggunaan redaksi “yang dapat mengakibatkan” dan atau “patut diduga”. Kata-kata tersebut menyiratkan perlunya penelitian secara lebih mendalam, apakah suatu tindakan dapat menimbulkan praktek monopoli yang bersifat menghambat persaingan. Sedangkan penerapan pendekatan per se illegal biasanya dipergunakan dalam pasal-pasal yang menyatakan istilah “dilarang”, tanpa anak kalimat “…yang dapat mengakibatkan…”. Berdasarkan hal-hal tersebut maka KPPU juga menerapkan kedua pendekatan ini dalam pengambilan keputusan atas perkara-perkara persaingan usaha.

 Pentingnya pendekatan-pendekatan rule of reason dan per se illegal dalam persaingan usaha, antara lain:

1. Rule of reason

Pendekatan rule of reason  adalah suatu pendekatan yang digunakan oleh lembaga otoritas persaingan usaha untuk membuat evaluasi mengenai akibat perjanjian atau kegiatan usaha tertentu, guna menentukan apakah suatu perjanjian atau kegiatan tersebut bersifat menghambat atau mendukung persaingan.

Pendekatan ini memungkinkan pengadilan melakukan interpretasi terhadap UU seperti mempertimbangkan faktor-faktor kompetitif dan menetapkan layak atau tidaknya suatu hambatan perdagangan. Hal ini disebabkan karena perjanjian-perjanjian maupun kegiatan usaha yang termasuk dalam UU Antimonopoli tidak semuanya dapat menimbulkan praktek monopoli atau persaingan usaha tidak sehat atau merugikan masyarakat. Sebaliknya, perjanjian-perjanjian maupun kegiatan-kegiatan tersebut dapat juga menimbulkan dinamika persainga usaha yang sehat. Oleh karenanya, pendekatan ini digunakan sebagai penyaring untuk menentukan apakah mereka menimbulkan praktek monopoli atau persaingan usaha yang tidak sehat atau tidak.

2. Per se illegal

Pendekatan per se illegal menyatakan setiap perjanjian atau kegiatan usaha tertentu sebagai ilegal, tanpa pembuktian lebih lanjut atas dampak yang ditimbulkan dari perjanjian atau kegiatan usaha tersebut. Kegiatan yang dianggap sebagai per se illegal biasanya meliputi penetapan harga secara kolusif atas produk tertentu, serta pengaturan harga penjualan kembali.  Jenis Perilaku yang digolongkan sebagai per se illegal adalah perilaku-perilaku dalam dunia usaha yang hampir selalu bersifat anti persaingan, dan hampir selalu tidak pernah membawa manfaat sosial. Pendekatan per se illegal ditinjau dari sudut proses administratif adalah mudah. Hal ini disebabkan karena metode ini membolehkan pengadilan untuk menolak melakukan penyelidikan secara rinci, yang biasanya memerlukan waktu lama dan biaya yang mahal guna mencari fakta di pasar yang bersangkutan.

C. Tugas, Wewenang, dan Fungsi Komisi Pengawas Persaingan Usaha

KPPU adalah lembaga public, penegak dan pengawas pelaksanaan undang-undang No. 5 tahun 1999, serta wasit independen dalam rangka menyelesaikan perkara-perkara yang berkaitan dengan larangan monopoli  dan persaingan usaha tidak sehat. Perlu ditekankan bahwa melalui wewenang pengawasan yang dimilikinya, KPPU diharapkan dapata menjaga dan mendorong agar sistem ekonomi pasar  lebih efisiensi produksi, konsumsi dan alokasi, sehingga pada akhrnya meningkatatkan kesejahteraan rakyat.

Terkait dengan itu, maka tugas dan wewenang dari KPPU sebagaimana ditentukan  dengan jelas  dan tegas baik dalam undang-undang  No. 5 tahun 1999 maupun dalam keputusan Presiden Republik  Indonesia No. 75 Tahun 1999 adalah instrument hukum yang mempunyai peranan penting dalam rangka mewujudkan sistem ekonomi pasar yang mendorong efisiensi produksi, konsumsi dan alokasi.[7]

Selengkapnya mengenai tugas KPPU yang diatur dalam pasal 35 Undang-Undang No.5 Tahun 1999, yang selengkapnya berbunyi sebagai berikut.

Tugas Komisi meliputi:

  1. Melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan /atau persaingan tidak sehat sebagaimana diatur dalam pasal 4 sampai dengan pasal 15
  2. Melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan /atau persaingan tidak sehat sebagaimana diatur dalam pasal 17 sampai pasal 24
  3. Melakukan penilaian terhadap ada atau tidak adanya penyalahgunaan posisi dominan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan /atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam pasal 25 sampai dengan psal 28

 Tidak jauh berbeda dan berdasarkan tugas KPPU sebagaiaman yang ditentukan oleh psal 35 diatas, maka tugas KPPU yang ditentukan dalam pasal 4 Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 75 tahun 1999 adalah sebagai berikut ini:

Tugas komisi meliputi:

  1. Melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan tidak sehat sebagaimana diatur dalam pasal 4 sampai dengan pasal 17 undang-undang no 5 tahun 1999.
  2. Melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan /atau persaingan tidak sehat sebagaimana diatur dalam pasal 17 sampai dengan psal 24 Undang-Undang No 5 tahun 1999
  3. Melakukan penilaian terhadap ada atau tidak adanya penyalahgunaan posisi dominan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persainga tidak sehat sebagaiamana diatur dalam pasal 25 sampai dengan pasal 28 Undang-udang Nomor 5 tahun 1999.
  4. Mengambil tindak sesuai dengan wewenang komisi sebagaimana diatur dalam psal 36 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999
  5. Memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat
  6. menyuyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan undang-undang nomor 5 tahun 1999
  7. memberikan laporan berkala atas hasil kerja komisi kepada presiden da dewan perwakilan rakyat

Sedangkan  mengenai wewewnang KPPU diatur dalam pasal 36 wewenang komisi meliputi:

  1. Meneri laporan dari masyarakat dan atau dari pelaku usaha tentang dugaan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat
  2. Melakukan peneltian tentang adanya kegiatan usaha dan tau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadainya praktik monopoli dan atau persaingan tidak sehat.
  3. Melakukan peyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap kasus dengan praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang dilaporkan oleh masyarakat atau oleh pelaku usaha atau yang ditemukan oleh komisi sebagai hasil dari penelitian.
  4. Menyimpulkan dari hasil penelitian dan atau pemeriksaan tentang da atau tidaknya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat
  5. Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap ketenttuan undang-undang ini
  6. Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap ketentuan undnag-undang ini
  7. Memninta bantuan peyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli atau setiap orang ssebagaimana simaksud huruf e dan f yang tidak bersedia memenuhi panggilan komisi.
  8. Memninta ketrangan dari instansi pemerintahan dalam kaitan dengan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan undang-undang ini.
  9. Mendapatkan, meneliti dan atau menilai usaha, dokumen atau bukti lain guna penyelidika dan atau pemeriksaan.
  10. Memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugaan di pihak pelaku usaha atau masyarakat
  11. Memberitahukan putusan komisi kepada pelaku usaha yang di duga melakukan praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat
  12. Menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku usaha yang melanggar undang-undnag ini.

Selain tugas dan wewenang yang telah diuraikan di atas, KPPU juga mempunyai fungsi sebagaimana ditentukan dalam pasal 5 Keputusan Presiden Indonesia No.75 tahun 1999 tentang Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Ketentuan pasal 5 Keputusan Presiden itu selengkapnya masyarakat

Fugsi komisi sesuai tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 4, meliputi:

  1. Penilainan terhadap perjanjian, kegiatan usaha, dan penyalahgunaan posisi dominan.
  2. Pembagian tindakan sebagaimana pelaksanaan kewenangan
  3. Pelaksanaan administratif.

[1] Sadono sulirno, Mikro Ekonomi Teori Pengantar, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2005, halaman. 231-232.

[2] http:/Indonesia.go.id/produkhukum/uu.no.5tahun1999.html

[3] ibid

[4] Ibid

[5] ibid

[7] Chatamarrasjid Ais, Pokok-Poko Hukum Persaingaan Usaha Di Indonesia, Kencana,Jakarta, 2011, hlm.73-75