Surat Berharga dalam Dunia Bisnis

A. Pengertian surat berharga



Surat berharga dapat diartikan sebagai surat pengakuan hutang, wesel, saham, obligasi, sekuritas kredit, atau setiap derivatif dari surat berharga atau kepentingan lain atau suatu kewajiban dari penerbit, dalam bentuk yang lazim diperdagangkan dalam pasar modal  dan pasar uang. Pengertian ini didasarkan pada undang-undang perbankkan UU No. 7 Tahun 1992 tentang perbankkan pasal 1 butir  11.

Secara etimologis Surat berharga bisa diartikan sebagai surat yang mempunyai Ha harga Istilah surat yang mempunyai harga atau nilai merupakan terjemahan dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda “Papier Van Waarde”. Terhadap surat yang mempunyai harga, Abdulkadir Muhammad memberikan pendapatnya sebagai berikut[1] :

Surat berharga adalah surat yang oleh penerbitnya sengaja diterbitkan sebagai pelaksanaan pemenuhan suatu prestasi yang berupa pembayaran sejumlah uang, tetapi pembayaran itu tidak dilakukan dengan menggunakan mata uang, melainkan dengan menggunakan alai bayar lain. Alit bayar itu berupa surat yang di dalamnya mengandung suatu perintah kepada pihak ketiga atau pemyataan sanggup untuk membayar sejumlah uang kepada pemegang surat tersebut.

Sedangkan Purwosutjipto memberikan pendapanya sebagai surat yang berharga adalah surat bukti tuntutan utang yang sukar diperjualbelikan.[2]

Dari dua pendapat tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa yangdimaksudkan dengan surat yang mempunyai harga adalah surat yang diterbitkan bukan sebagai alat pembayaran melainkan sekedar alat bukti diri bagi pemegangnya sebagai orang yang berhak atas apa yang tersebut di dalamnya dan surat tersebut tidak untuk diperjualbelikan.

Berdasar pada batasan tentang surat berharga yang diberikan oleh pendapat Sarjana tersebut di atas dapatlah ditarik suatu kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan surat berharga adalah surat yang mempunyai sifat seperti uang tunai sehingga dapat digunakan sebagai alat pembayaran, dapat dipindahtangankan, diperjualbelikan dan surat tersebut merupakan alat bukti untuk menagih pembayaran sejumlah uang bagi pemegangnya.

Dapat dipergunakan sebagai alat pembayaran, berarti surat tersebut dapat dipindahtangankan oleh pemegangnya setiap saat apabila dikehendaki. Sifat dapat dipindahtangankan dari surat berharga dapat diketahui dari klausul yang dibubuhkan dalam surat itu sehingga dapat dipindahtangankan, sedangkan surat berharga sebagai pembawa hak berarti untuk memperoleh pembayaran pemegang yang bersangkutan harus menyerahkan dan menunjukkan suratnya. Apabila surat tersebut hilang atau musnah maka pemegang akan mengalami kesulitan untuk memperoleh pembayaran bahkan sangat tidak mungkin untuk memperoleh pembayaran.



Dengan mempunyai sifat seperti uang tunai itulah yang dapat membedakan surat berharga dengan surat lainnya. Sifat seperti uang tunai ini terletak pada nilai yang terkandung di dalamnya. Jadi surat itu mempunyai nilai uang artinya antara nilai yang tercantum dalam surat itu senilai atau sama dengan nilai penerbitan dasarnya. Oleh karena itu surat berharga tidak hanya dapat ditukarkan dengan uang tunai melainkan dapat juga digunakan sebagai alat pembayaran.

Berdasarkan uraian di atas jelaslah bahwa surat berharga mempunyai tiga ciri utama sebagaimana yang dikemukakan oleh Abdulkadir Muhammad sebagai berikut :

  1. Sebagai alat pembayaran (alat tukar uang)
  2. Sebagai alat untuk memindahkan hak tagih (diperjualbelikan dengan mudah dan sederhana).
  3. Sebagai surat bukti hak tagih (surat legitimasi).

Dan tujuan penerbitan surat berharga itu ialah sebagai pemenuhan prestasi berupa pembayaran sejumlah uang.[3] Jadi apabila suatu surat telah memenuhi tiga ciri tersebut, maka surat itu dapat digolongkan sebagai surat berharga. Dan dalam kenyataannya memanglah demikian bahwa untuk dapat dikatakan sebagai surat berharga haruslah dipenuhi ciri-ciri tersebut di atas. Karena hal ini sesuai dengan ciriciri surat berharga yang ditetapkan dalam pasal Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.

 B. Fungsi Utama Surat Berharga

Fungsi utama surat berharga adalah sebagai berikut :

  1. Sebagai alat pembayaran atau alat tukar uang
  2. Sebagai alat untuk memindahkan hak tagih yakni dapat diperjualbelikan dengan mudah.
  3. Sebagai surat bukti hak tagih atau surat Legitimasi: adalah surat bukti diri bagi pemegangnya sebagai orang yang berhak.
  4. Tujuan penerbitan Surat Berharga ini sebagai pemenuhan prestasi berupa pembayaran sejumlah uang.

C. Latar belakang Penerbitan Surat Berharga

Timbulnya kewajiban membayar dengan menerbitkan Surat Berharga karena adanya perjanjian lebih dahulu antar pihak-pihak, perjanjian mana menerbitkan kewajiban untuk membayar sejumlah uang. Penerbitan Surat Berharga adalah sebagai pelaksanaan dari kewajiban membayar dengan kata lain, perjanjian adalah perikatan dasar, tanpa ada perikatan dasar tidak mungkin diterbitkan Surat Berharga. Jadi, penerbitan Surat Berharga, bukan perbuatan yang berdiri sendiri lepas dari perikatan dasarnya.

Surat Berharga sebagai Surat Legitimasi

Surat Legitimasi maksudnya sebagai bukti diri bagi pemegangnya yang sah/ orang yang berhak atas tagihan yang tersebut di dalamnya. Asas Legitimasi: untuk memperlancar peredarannya dalam lalu lintas pembayaran sesuai dengan fungsi dan penerbitan Surat Berharga. Ada 2 jenis Surat Legitimasi menurut KUHD:

  1. Legitimasi Formil

Adalah bukti bahwa SuratBerharga itu dianggap sebagai orang yang berhak atas tagihan yang tersebut di dalamnya.Dianggap ,karena bila pemegang tidak dapat menunjukkan bukti secara formil diatur oleh UU maka ia tidak dapat dikatakan sebagai pemegang sah.

  1. Legitimasi Materiil

Adalah bukti pemegang Surat Berharga itu sesungguhnya adalah orang yang berhak atas tagihan yang tersebut di dalamnya.

Dengan adanya legitasi formil ini , maka :

  • Pemegang Surat Berharga secara formil adalah orang yang mempunyai hak tagih yang sah, tanpa mengesampingkan kebenaran materiilnya.
  • Debitur tidak diwajibkan meneliti apakah pemegang Surat Berharga itu benar-benar orang yang berhak.
  • Debitur wajib meneliti syarat-syarat yang terdapat pada Surat Berharga yang disodorkan kepadanya ketika meminta pembayaran.
  • Undang-undang mengutamakan legitimasi formal untuk menjamin fungsi dan tujuan Surat Berharga.

 C. Upaya Tangkisan Pada Surat Berharga

  1. Upaya Tangkisan Absolute / Execption In Rem

Digunakan terhadap debitur semua pemegang baik pertama maupum berikutnya. Upaya ini timbul dari surat berharga itu sendiri yaitu:

– Cacat bentuk Surat Berharga (tentang syarat formil; misal tidak ada tanda tangan penerbit, tanggal penerbitan, tanda tangan palsu, dll, tentang ketidakcakapan penerbit pakasaan badan)

– Lampau waktu dari surat berharga, tentang ini diatur dalam pasal 169 KUHD untuk wesel dan surat sanggup, pasal 229 KUHD untuk cek.

– Kelainan formalitas dalam regres (kewajiban setiap pemegang surat wesel untuk memindahkan surat wesel itu kepada orang lain untuk menanggung pembayaran)

Jika surat berharga mendapat penolakan aseptansi / pembayaran pada hari tagih / hari bayar maka pemegang dapat melakukan hak regresnya untuk memperoleh pembayaran kepada penerbit/ debitur lainnya.

  1. Upaya Tangkisan Relatif

Dapat diketahui dari hubungan hukum yang terjadi antara penerbit dan salah seorang endosan yang mendahului pemegang terakhir, khususnya pemegang I yang lazim disebut perikatan dasar. Upaya ini diatur dalam pasal 109 KUHD dan pasal 116 KUHD untuk wesel, pasal 199 untuk cek.

[1] Abdulkadir Muhammad, Hukum Dagang Tentang Surat-Surat Berharga, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1998, hal.  4

[2] Purwosutjipto,Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia-Jilid 4: Hukum Jual Beli Perusahaan, Jakarta: Penerbit Djambatan, 2003, Hal. 6

[3] Abdulkadir Muhammad, Op. cit., hal. 5

Baca Postingan Yang Lainnya mengenai Jenis-Jenis Surat Beharga